Selasa, 22 Desember 2009

Perlu Memahami Learning Style Anak Anda


Sidik Jari dan Kecerdasan.

Seorang ibu datang untuk konsultasi mengenai anaknya. Ia mengeluh bahwa anaknya sulit sekali disuruh belajar, seakan tanggung jawabnya kurang sekali padahal ia sudah kelas 5 SD. Beda sekali dengan adiknya yang 3 tahun lebih muda. Ia sering melihat hasil prestasi adiknya dan membahas soal-soal adiknya. Jika anak saya satu mungkin saya akan berkesimpulan bahwa semua anak sama. Namun justru anak yang besar kog rasa tanggung jawabnya kalah dengan adiknya. Seharusnya anak yang lebih besar sudah jauh lebih mengerti.

Pada awalnya kami memberikan masukan bahwa ibu tidak sendiri dalam menghadapi kasus ini karena banyak orang tua yang juga memiliki keluhan yang sama. Hal paling penting adalah ibu harus yakin bahwa suatu saat putra ibu akan memiliki rasa tanggung jawab untuk belajar. Hindarkan perkataan ibu (dalam batin atau intrapersonal communication) yang menyatakan bahwa anak ibu harus disuruh belajar dan sulit bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai seorang siswa. Karena apa yang sesungguhnya diucapkan (meskipun dalam batin), itulah yang akan menjadi kenyataan ( bahwa ia harus disuruh belajar). Sesungguhnya segala sesuatu diciptakan 2 kali. Pertama di alam pikir kemudian diwujudkan dalam kenyataan. Tak ada yang tercipta tanpa proses difikirkan detail terlebih dahulu. Oleh karena itu kita harus menjaga pikiran kita. Sesungguhnya musuh terbesar manusia ada didalam dirinya sendiri.

Langkah berikutnya adalah mencari faktor penyebab suatu masalah tersebut timbul. Dengan mengetahui penyebabnya maka kita dapat menentukan langkah perbaikannya dengan lebih tepat. Kadang mengajak anak berbicara terus terang untuk bekerja sama dalam mengidentifikasi masalah membutuhkan waktu dan pertemuan berulang kali. Terutama bagi anak yang tertutup karena mereka berpandangan bahwa sikapnya bukanlah suatu masalah bagi dirinya. Menggali faktor penyebab dari mamanya juga perlu waktu karena tak ada individu yang mau disalahkan tindakannya. Sang mama merasa tindakannya sudah tepat, karena ia beranggapan “mengapa tak terjadi pada adiknya?” Kemudian ia menambahkan argumennya “ Bila saya yang salah maka pasti adiknya juga mengalami hal yang sama karena kami tak pernah membedakan mereka?”.

Setelah sessi menggali permasalahan tak berujung, maka kami sarankan untuk dilakukan Tes Sidik Jari. Berdasarkan hasil Tes Sidik Jari, ternyata seluruh jari anak pertama ini memiliki guratan yang se tipe yaitu ulnar loop. Anak dengan sidik jari ini adalah anak yang peka perasaannya. Ia tak bisa menerima perintah belajar dari mamanya, hal ini kami langsung sampaikan pada anaknya dan ia mengiyakan tanpa berkata-kata. Ia memiliki gaya belajar sebagai “Afektif Learner”. Seorang yang kurang suka di suruh belajar tetapi lebih baik diajak belajar.

Konotasi diajak belajar dapat di ketahui dari ucapan sang mama dan biasanya menggunakan kata “Cindy ayo belajar. Sudah waktunya nih”. Namun bila sang mama mengulangi kembali ajakan tersebut dengan intonasi yang lebih tinggi manakala anaknya tak beranjak dari depan TV maka ajakan belajar tersebut berubah menjadi perintah belajar. Kita sadari bersama bahwa apabila suatu tindakan tidak mendatangkan hasil yang diharapkan maka kita wajib melakukan perubahan sehingga bisa berharap hasil yang berbeda. Langkah yang seharusnya dilakukan adalah sang mama beranjak dari tempatnya dan menuju lemari buku putranya sambil menanyakan “besok pelajarannya apa?”. Demikian seterusnya sampai sang anak bersedia diajak belajar.

Pada akhir sessi konsultasi, sang mama memahami bahwa bila anaknya sudah beranjak dari tempatnya untuk menyiapkan bukunya maka perkataan yang dilontarkan harus segera dihentikan. Pasangan tersebut memahami bahwa bila menghendaki hasil maka diperlukan pengorbanan dimana kebiasaan TV menyala selama waktu belajar dan sikap orang tua yang lebih mementingkan sinetron dapat mengganggu anak dengan gaya belajar afektif.

Seorang anak afektif menghendaki perhatian lebih dimana fokus perhatiannya pada dirinya. Oleh karena itu ia menghendaki belajar dengan cara ditemani. Ia juga seorang anak yang mengandalkan perasaan sehingga manakala ia senang maka belajar jadi rajin. Mood sangat berpengaruh pada tipe karakter seperti ini. Ia suka dipuji dan didukung setiap tindakannya. Ia mudah belajar dengan cara mengkaitkan sesuatu yang baru dengan hal yang telah dikuasainya. Metode jembatan keledai sangat membantu sang anak dalam belajar.

Demikian yang dapat kami sharingkan, mudah-mudahan dapat mendatangkan banyak manfaat.
Salam sukses selalu

Drs.Psi. Reksa Boeana
Executive Partner Smart Business Solution.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar