Senin, 21 Desember 2009

Hasil Psikotes Anak Saya Berubah-ubah

Hasil psikotes dan Tes Sidik Jari.

Suatu keluhan yang kerap kali kami menerimanya dari orang tua. Seringkali jawaban dari psikolognya lebih menekankan bahwa kecerdasan dapat berkembang berkat latihan dan faktor belajar yang dilakukan anak. Tentunya ada sebagian orang tua yang percaya akan informasi ini dan ada juga yang mengatakan bahwa laporan psikotes sudah tidak akurat lagi.

Sesungguhnya psikotes diperlukan untuk mengukur potensi bawaan pada diri anak. Bisa saja hasil psikotes berubah angkanya tetapi dalam range skala kecerdasan yang sama. Sehingga psikotes mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Tindakan bijak psikolog diperlukan untuk melihat kondisi anak yang di psikotes. Psikotes yang dilakukan secara klasikal (jumlah besar) tentunya sulit bagi psikolog untuk mengamati perilaku testee. Bisa jadi hasil berubah karena testee kurang nyaman, tidak suka/jengkel, kondisi sakit atau kondisi lainnya yang bisa berpengaruh terhadap hasil psikotes.

Disamping itu, apabila hasil psikotes berubah maka hal ini karena adanya bias pengukuran, bukan kecerdasannya berubah karena latihan. Anak kelas 5 SD mengikuti kursus kumon dan telah mencapai level setingkat SLTA, manakala di tes, hasilnya diatas rata-rata dan ia memiliki nilai matematika yang tertinggi di sekolah bahkan didaftarkan mengikuti olimpiade matematika. Namun manakala kami tanyakan pada orang tuanya, mengenai logika anak berdasar fingerprint tes berada di level bawah. Pengukuran ini memberikan informasi bahwa kecerdasan logika anak rendah. Ketika kami sampaikan bahwa sianak tidak bisa mengerjakan soal apabila ada perbedaan dengan latihan yang diterimanya. Orang tuanya membernarkan bahwa anak cenderung mampu mengerjakan bila diberikan contoh dan latihan yang cukup.

Bagi psikolog tentunya fenomena ini bukanlah hal baru, karena norma yang digunakan untuk mengukur kecerdasan masih menggunakan norma yang lama. Belum ada suatu penelitian tentang pengukuran kecerdasan untuk anak yang mengikuti kursus kumon. Bila dibutuhkan tentunya akan berpengaruh terhadap biaya psikotes, yang tentunya menjadi mahal karena penelitian membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Manakala kami melakukan rekrutmen – seleksi untuk sales girl disuatu perusahaan, kami mengajukan pertanyaan yang sangat sederhana dimana soal ini seringkali diberikan pada anak SD kelas 5. Kami melakukan pemanggilan 21 orang sarjana dari berbagai bidang keilmuan. Pertanyaan yang diajukan adalah : “ apabila ada 2 kota A dan B, jaraknya 200 km. Anda berkendaraan dari kota A ke kota B dengan kecepatan 60 km/jam. Dalam waktu 3 jam apakah anda sudah sampai di kota B?” Mungkin bagi sebagian dari anda menyatakan soalnya sangatlah mudah, tetapi dari 21 orang hanya 1 sarjana yang bisa menjawabnya dengan benar.

Ada berbagai jawaban yang muncul seperti : belum sampai karena jalanannya macet, maklum tes ini dilakukan di jakarta. Bahkan ada yang menjawab sudah sampai karena ia membayangkan kira-kira jaraknya jakarta ke bogor dan bisa melalui jalan tol, oleh karena itu dalam waktu 3 jam pasti sudah sampai. Adapula yang menjawab, kalau kecepatannya konstan pasti sudah sampai pak. Contoh kasus ini tentunya sebagai bukti bahwa kecerdasan logika tidak bisa dikembangkan dengan latihan. Mereka bisa menjawab karena mereka hafal soalnya. Bagi psikolog hendaknya perlu berhati-hati dengan anak yang mengikuti kursus dan hendaknya tidak menggunakan ukuran yang sama dengan anak yang tidak mengikuti kursus. Bias pengukuran ini dapat memberikan informasi yang salah tentang pemilihan jurusan bagi anak.

Bila hasil psikotes berubah begitu banyak maka tentunya tidak ada perbedaan antara psikotes dan tes ujian sekolah yang juga dapat berubah sesuai dengan kesiapan anak. Anak seorang dokter yang mengambil jurusan Industrial Engineering sampai S2, ternyata ia lebih senang untuk menekuni bidang pendidikan setelah sekolahnya selesai. Bergabung dengan sebuah yayasan, ia mendirikan taman bermain. Sekolah tersebut cukup berkembang, namun sayang karena tuntutan persyaratan sebagai guru yang diwajibkan maka ia tak bisa melanjutkan untuk memimpin sekolah tersebut. Oleh karena itu, pengukuran yang tepat berkaitan dengan kecerdasan diperlukan.

Moga informasi ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang budiman.

Kami akan adakan konsultasi dan tes sidik jari untuk identifikasi kecerdasan serta dapat langsung dibuktikan akurasinya dengan menanyakan langsung kepada analyst fingerprint berkaitan dengan karakter anda sendiri.

Anda dapat menghubungi perwakilan kami di :

1. Taman Palem Jakarta, contact person : Bapak Herjandi, alamat rumah : Taman Palem Lestari Blok A 39 No. 56 Cengkareng- Jakarta Barat 11830. Telp : 021-94241827, Hp: 08129060385.
2. Serpong, contact person : Ibu Lina , Alamat : Perumahan Alam Sutera. Jln Sutra Jelita Utama No. 50 / no. 37 Serpong, Tangerang. Telp 021- 5397776 atau 08176889860
3. Pusat Surabaya, Contact person ibu rini atau olsa : 031-8781491.

4 komentar:

  1. Anak saya mengikuti tes finger print pada umur 4 tahun di sebuah lembaga psikologi di depok, dan hasilnya iq anak sya 134,9. Pada umur 5 tahun di tk, dia mengikuti psikotes biasa dan nilai iq nya 112. Pertanyaanya kok hasilnya bisa jauh banget ya?? Mana yang lebih akurat?? terimakasih

    BalasHapus
  2. seharusnya hasilnya masuk dalam range kecerdasan anak sesuai dengan alat bantu psikotes yang digunakan. nampak bahwa ada pengaruh efek belajar pada hasil tes ini. norma tes yang digunakan adalah sama. seharusnya ada perbaikan norma yang digunakan, norma harus sesuai dengan kondisi anak sehingga mengukur apa yang hendak diukur dengan tepat. bukan krn pengaruh latihan dan belajar anak. konsultasikan ulang ke psikolognya, agar ia dapat melakukan analisa kondisi putra ibu .. salam sukses selalu.

    BalasHapus
  3. saya.seorang.siswi.smp.saya.pernah.mengikuti.sebuah.uji.tes.psikotes.saya.masuk.jurusan.IPS.saya.bercita.cita.dan.bermimpi.menjadi.dokter.yang.masuk.jurusan.IPA.apakah.bila.saya.lebih.belajar.lagi.saat.dites.nanti.hasil.psikotes.jurusan.saya.akan.berubah.menjadi.IPA?

    BalasHapus
  4. apakah karakter / attitude scale anak bisa berubah seiring dengan pola asuh yg lebih baik lagi pak?terimakasih

    BalasHapus