Jumat, 27 Mei 2011

Optimasi Belajar dengan memperhatikan Gaya Belajar Anak

Seorang ibu datang kepada kami untuk melakukan konseling setelah mengikuti Tes Sidik Jari, ia mengeluhkan bahwa putranya sulit untuk diajari berhitung. Beliau menanyakan bagaimana cara untuk mengatasi hal tersebut, mengingat saat ini putranya sudah duduk di kelas 4 SD. Kamipun menanyakan pada beliau, selama ini bagaimana cara beliau dalam mengajari berhitung pada putranya. Si ibu mengatakan bahwa ia sering mengajak putranya untuk memejamkan mata dan kemudian si ibu memberikan tebakan dalam penjumlahan. Si ibu mengharapkan agar anaknya cepat dan tepat dalam menjawabnya, namun pada kenyataannya si anak malah membuka matanya dan melihat jarinya kemudian menghitung dengan menggunakan jarinya.

Berdasarkan dari hasil tes sidik jarinya, si anak memiliki learning style adalah audio learner, dimana dengan gaya belajar seperti ini individu yang bersangkutan akan lebih optimal apabila ia bersuara. Ciri-ciri dari individu yang audio learner adalah apabila ia belajar atau melakukan sesuatu ia cenderung akan bersuara sehingga telinganya mendengar.

Pada dasarnya setiap individu akan mengingat sesuatu dalam alam bawah sadarnya adalah berupa gambar sehingga apabila ia mendapatkan suatu informasi maka akan lebih banyak gambaran tersebut yang diingatnya. Begitu pula dengan cara berhitung, selama ini yang dialami oleh anak-anak adalah cara berhitung sesuai urutan yang ditunjukkan dengan jari sehingga apabila gambarannya tidak sama maka anak cenderung menjadi lambat dalam merespon. Oleh karena itu menghitung perlu dibedakan dengan membilang.

Beberapa cara dalam mengajarkan anak untuk berhitung :

1. Mengajarkan Berhitung vs Mengajarkan jumlah bilangan pada anak.
Berhitung memiliki urutan. Apabila anak diajarkan menghitung dengan jarinya maka ia cenderung menyelesaikan soal berhitunganya dengan menghitung berurutan. Cara ini akan menghambat anak dalam menyelesaikan persoalan berhitung yang diberikan. Mengajarkan anak memahami konsep jumlah bilangan akan mempercepat ia melakukan operasi perhitungan. Angka 2 tidak harus ditunjukkan dengan jari tengah tetapi jarinya ada 2.

Dengan cara ini anak akan dengan cepat memahami konsep penjumlahan. Begitu pula apabila kita hendak menunjukkan jumlah bilangan 2, 3, 4 dst. Kita dapat menggunakan kombinasi antara jari-jari kita baik tangan kiri maupun kanan sehingga gambaran yang tercipta pada alam bawah sadar anak adalah jumlah yang terlihat bukan gambar urutan jari yang dihitung.

Oleh karena itu pada pelajaran matematika diperlihatkan gambaran seperti topi yang berjumlah 5 buah ditambahkan dengan 2 topi sehingga anak mampu untuk menjawabnya dengan benar dan cepat. Terutama anak yang memiliki sidik jari berbentuk arch, dimana pengaruh faktor lingkungan atau apa yang dipelajarinya sangat berpengaruh terhadap cara ia menyelesaikan persoalan berhitung yang diberikan padanya.


2. Urutan belajar berhitung mempengaruhi kecepatan anak belajar berhitung.
Pada umumnya kita mengajarkan penjumlahan pada anak adalah mulai dari 1, 2, 3 hingga 10. Terkadang anak melakukan kesalahan dalam menjawabnya, apabila hal ini terjadi berulangkali maka si anak cenderung akan memiliki perasaan bahwa apa yang dijawabnya selalu salah hal ini akan mengakibatkan daya juang anak akan menurun. Hal ini akan berpengaruh pada kehidupannya dimasa yang akan datang.

Oleh karena itu, ajarkan pada anak menghitung dari angka 1, 2, 10, 9, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. Dengan menerapkan cara seperti itu anak akan menjawab dengan benar dan akan merasa bisa untuk selanjutnya sehingga daya juangnnya akan terjaga. Apabila terjadi kesalahan yang kecil tidak akan membuat anak menjadi turun motivasi belajarnya dan menganggap dirinya tidak bisa.

Khusus untuk penjumlahan 9 dapat diajarkan jalan yang mudah seperti:
- 9 + 1 = 10 caranya adalah 1 – 1 = 0
- 9 + 2 = 11 caranya adalah 2 – 1 = 1
Yang diambil adalah angka pengurangan 1 dan hasilnya.
Untuk hal ini yang perlu diperkuat adalah perhitungan pada pengurangan 1

3. Perlunya mengubah urutan belajar berhitung
Biasanya dalam mengajarkan berhitung kita melakukan pengurutan, misalnya:
1 + 1 = 2, kemudian 1 + 2 = 3, kemudian 1 + 3 = 4 dst. Hal tersebut dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi anak, anak akan mendapatkan gambaran yang berurutan sehingga apabila ia menghadapi persoalan yang acak anak cenderung akan kebingungan. Baik apabila kita mengajarkannya adalah dengan mengacak misalnya, 1 + 2 = 3 kemudian 2 + 1 = 3 dan seterusnya.

Membenahi model cara berhitung dengan menyesuaikan terhadap gaya belajar anak menyebabkan percepatan dalam anak menguasai operasi penjumlahan.

Salam Sukses Selalu
Olsa Desiastu, S.Psi.
Senior Konsultan Smart Business Solution

Tidak ada komentar:

Posting Komentar